Rabu, 29 Desember 2010

PENGARUH MONOGAMI DAN POLIGAMI TERHADAP PERKEMBANGAN INDIVIDUALISASI ANAK

Perkawinan atau pernikahan merupakan legalisasi penyatuan antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri oleh institusi agama, pemerintah atau kemasyarakatan. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk perkawinan beserta definisinya dan dampak yang terjadi pada perkembangan anak terhadap jenis perkawinan tersebut:

1. Monogami
Monogami adalah suatu bentuk perkawinan atau pernikahan dimana si suami tidak menikah dengan perempuan lain dan si istri pun tidak menikah dengan laki-laki lain. Jadi singkatnya monogami merupakan pernikahan antara seorang laki-laki dengan wanita tanpa ikatan pernikahan lain.

Dalam kehidupan berumah tangga secara monogami berarti ayah selalu menetap di keluarga
tersebut, selau berada di tengah-tengah keluarga tersebut, sehingga bisa berkomunikasi dengan baik kepada seluruh anggota keluarga. Komunikasi sangat berpengaruh dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak merasa selalu diperhatikan dan diberi kasih sayang dari orang tuanya. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak pun menjadi sangat baik. Anak akan menjadi lebih percaya diri.

2. Poligami
Poligami adalah bentuk perkawinan dimana seorang pria menikahi beberapa wanita atau seorang pria menikahi beberapa wanita atau seorang perempuan menikah dengan beberapa la laki-laki.

Poligami yang tidak sesuai dengan hokum syar’i akan menciptakan hubungan yang tidak sehat dalam keluarga, hal tersebut akan menjadi factor rusaknya lembaga perkawinan yang merupakan pukulan dan dapat menghancurkan mental anak yang tidak berdosa , sebab poligami akan merampas perlindungan dan ketenteraman anak yang masih berjiwa bersih.
Dalam kehidupan berumah tangga banyak hal yang akan memberikan dampak negative terhadap kehidupan keluarga, keluarga yang anggotanya memiliki konflik intra pribadi akan sulit untuk berkembang menjadi suatu kekuarga yang harmonis dan bahagia. Dimana anggota keluarga yang berada dalam situasi konflik, akan berkembang menjadi pribadi yang mendapat gangguan psikologis sehingga berpengaruh pada perilakunya. Dalam keadaan lebih buruk , keadaan konflik dapat mengakibatkan kehancuran keluarga.
Pengaruh yang paling besar adalah oengaruh terhadap perkembangan anak dan masa depannya. Dalam suasana yang tidak harmonis akan sulit terjadi prosespendidikan yang baik dan efektif, anak yang dibesarkan dalam suasana seperti itu tidak akan memperoleh pendidikan yang baik sehingga perkembangan kepribadian anak mengarah kepada wujud pribadi yang kurang baik. Akibat negatifnya sudah dapat diperkirakan yaitu anak tidak betah di rumah, hilangnya tokoh idola, kehilangan kepercayaan diri, berkembangnya sikap agresif dan permusuhan serta bentuk-bentuk kelainan lainnya. Keadaan itu akan makin diperparah apabila anak masuk dalam lingkungan yang kurang menunjang.
Alangkah bahagia dan indahnya apabila semua orang tua bisa mendidik anaknya dengan baik serta membentuknya menjadi pribadi yang shaleh, tentunya pertama kali yang mesti mereka terapkan adalah memperbaiki perilakunya sendiri dalam keluarganya. Jadi, jika seorang ayah tidak dapat menjamin akan dapat berlaku adil maka ia harus mengubur niatnya untuk berpoligami dan mulai memikirkan cara untuk memperbaiki keadaan keluarga dan perkembangan psikologi anak yang tak berdosa yang bisa menjadi korban dari kerusakan atau penyelewengan moral akibat tatanan keluarga yang tak utuh. Dimana keadaan sangat memengaruhi perjalanan hidup dan masa depan anak karena lingkunag keluarga merupakan arena dimana anak-anak mendapatkan pendidikan pertama, baik rohani maupun jasmani.
Maka dapat disimpulkan bahwa sudah menjadi kewajiban orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya, karena anak yang kurang mendapatkan bimbingan dari orang tuanya akan menimbulkan perkembangan dan pertumbuhan psikologisnya. Kalau hal ini dihubungkan dalam keluarga yang berpoligami, maka sudah dapat dibayangkan bagaimana hibungan antara anak dengan ayahnya. Seorang ayah yang berpoligami maka ia harus menghadapi lebih dari satu keluarga yang harus diurus dan dipimpinnya. Dengan demikian, berarti ayah tidak seterusnya menetap dalam satu rumah tangga istrinya. Hal itu akan membuat anak merasa kurang diperhatikan, kurang diberi kasih sayang, kurangnya rasa percaya diri pada anak terhadap diri sendiri maupun saat bergaul dengan masyarakat serta akan menimbulkan rasa benci pada anak terhadap ayahnya yang telah tidak setia terhadap keluarganya.

RESHA PUTRI IRNIA (15110763) 1KA30